Hidupku
yang hanya dinaungi atap rumbia dan beralaskan tanah ini, tidak membuatku
mengeluh. Mungkin ini sudah kehendak-Nya. Aku tidak akan mengeluh dengan
hidupku yang serba susah ini tetapi aku bersyukur masih mempunyai tempat
tinggal yang bisa membuatku hidup sampai sekarang. Sejak kecil, aku tidak
pernah mendapat pelukan hangat dari seseorang yang melahirkanku. Ialah ibuku.
Ibuku yang melahirkanku dengan susah payah dengan mati-matian. Memang benar,
kata nenekku, ibu meninggalkan dunia saat berjuang mengeluarkankudari rahimnya.
Sedangkan ayah, dia telah menikah dengan wanita lain dan tidak pernah
menengokku sejak kecil.
Terkadang
aku iri dengan teman-temanku. Iri dengan hidupnya yang layak, bisa makan
makanan yang enak dan jalan-jalan dengan ayah dan ibunya. Sedangkan aku, aku
hanya tinggal bersama nenek. Tetapi aku tetap bersyukur, karena neneklah yang
merawatku sejak kecil hingga sekarang dan dia adalah satu-satunya bagian dari
keluargaku yang masih ada. Terkadang aku khawatir jika nenek sudah tidak ada
lagi. Bagaimana tidak? Akan hidup dengan siapa aku nanti? Ya Tuhan, berikan
beliau umur yang panjang, agar aku bisa membahagiakannya kelak.
Saat
ini, akulah yang menjadi tulang punggung keluargaku karena tidak mungkin nenek
bisa mencarikan uang diusianya yang sudah tua itu. Bekerja mati-matian untuk
memenuhi kebutuhan keluargaku. Yang terpenting adalah memberi makan nenekku.
Aku sudah terbiasa puasa karena tidak ada yang bisa kumakan. Tapi itu tidak
menyurutkan niatku untuk bertahan hidup. Cita-citaku yang bisa dibilang tinggi
yaitu dokter, yang ingin kutaklukkan dengan baik di masa depan nanti. Oleh
karena itu, aku harus menjadi orang yang berpendidikan. Karena hanya orang yang
berpendidikanlah yang bisa sukses dimasa depannya. Aku bersyukur dengan hidupku
yang kekurangan ini, aku bisa diberikan kesempatan hidup untuk bersekolah. Dan
itu membuatku semangat walaupun sulit dijalaninya. Aku bekerja sebagai kuli
bangunan walaupun penghasilannya juga tidak terlalu besar. Itupun juga kalau
ada yang butuh. Kalau tidak, aku cuma tutup telinga jika aku ditagih untuk
membayar SPP sekolah dan juga buku LKS. Aku bersyukur, Tuhan memberikan
kecerdasaan kepadaku yang melebihi teman-temanku.
Aku
harus rajin belajar dan mendekatkan diri pada sang pencipta demi masa depanku.
Aku harus mengubah keadaan menjadi lebih baik. Apapun akan aku lakukan demi
pendidikanku. Aku tidak akan menyianyiakan karunia-Nya untuk bermalas-malasan tetapi
aku memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Aku tidak akan mengeluh dengan
keadaanku saat ini. Bukannya semakin banyak Tuhan menguji kita, semakin besar
pula kasih sayangnya kepaadaku?
Aku
harus rajin belajar lebih giat karena aku telah dipilih untuk mewakili
sekolahku lomba MIPA yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan.
“Kamu
harus semangat Hanif, kamu pasti bisa, sekolah telah memilih kamu untuk
mewakili lomba MIPA sekabupaten. Kamu harus belajar lebih giat lagi. Kami yakin
kamu bisa menaklukannya.” kata pak Yusuf. Aku tersenyum. Dukungan dari pak
Yusuflah yang menjadi motivasi bagiku. Inilah kesempatanku untuk membuktikan
kepada mereka semua bahwa aku bisa. Pak Yusuf juga berkata kalau aku bisa
menaklukan lombanya, aku mendapatkan beasiswa dan bebas biaya sekolah hingga
SMA. Ucap pak Yusuf membuatku berbinar-binar.
“Insyaallah,
saya akan berusaha pak!” jawabku.
Pulang
sekolah, kutemui nenek yang sedang berbaring di tempat tidur.
“Nek,
Hanif minta doa restunya ya, Hanif besok mengikuti lomba MIPA nek. Kalau Hanif
menang, Hanif mendapat beasiswa dan sekolah bebas biaya sampai SMA nanti! Doain
Hanif ya nek!”
“Iya
Hanif, nenek akan mendoakanmu, nenek tahu kalau kamu pasti bisa menjuarainya
dan nenek tahu kalau kamu itu pintar. Semangat nak! Raihlah mimpimu!” kata
nenek sambil memelukku. Tiba-tiba air mataku membanjiri pipiku. Betapa besar
kasih saying nenek kepadaku.
Hari
yang menegangkan pun telah tiba. Tidak lupa aku membaca doa sebelum mengerjakan
soal.
- SELESAI -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar